Strategi Pengembangan Koptan Amal Bakti Mandiri

Posted: Maret 10, 2011 in Koperasi Tani ,Amal Bakti Mandiri

STRATEGI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI KELOMPOK TANI DI DESA DUAMPANUA KECAMATAN ANREAPI

A. LATAR BELAKANG

Koperasi merupakan unit usaha yang berasaskan kekeluargaan,yang mana sebagai pelaku utama dalam unit usaha tersebut adalah masyarakat sendiri, sumber daya yang ada dikelola secara bersama-sama sehingga mencapai tujuan yang diinginkan yakni kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan anggota pada khususnya menuju kemandirian ekonomi .koperasi dapat membentuk masyarakat menjadi mandiri, karena dengan hal ini masyarakat tidak akan mempunyai sikap ketergantungan.

Sebagai mana kita ketahui bersama secara garis besar badan usaha koperasi adalah kumpulan orang-orang yang tergabung dalam dalam sebuah organisasi dengan tujuan yang sama,badan usaha ini pun mempunyai peranan penting dalam perekonomian masyarakat dan juga bagi negara
Sejalan dengan kebijakan tersebut, seluk beluk tentang koperasi perlu terus di informasikan kepada masyarakat luas. Karena koperasi sebagai salah satu lembaga ekonomi akan semakin dapat difahami dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,sebagai wadah pengembangan usaha masyarakat koperasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya anggota.

B. PERMASALAHAN
Pada dasarnya sebuah desa bisa sejahtera dan makmur, asalkan aparat desa bekerja dengan giat, efektif dan efesien, apalagi seluruh komponen masyarakat terjun bersama, saling gotong royong dalam membangun desa. karena sebuah program yang terencana dengan baik akan menghasilkan out put dan out come yang baik pula. akan tetapi pada kenyataannya, tidak demikian halnya bahkan lebih buruk,sebagai contoh Sumber Daya Alam (SDA) yang ada tidak dikelola dan ditata dengan baik dengan baik khususnya dibidang pertanian dan perkebunan.

Duampanua merupakan salah satu desa dikecamatan Anreapi Kab.Polewali Mandar yang mayoritas masyarakatnya masih berada di bawah rata-rata khususnya di bidang ekonomi, hal ini bisa kita lihat dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya, masih banyak banyak pengangguran.
Walaupun ada unit usaha, akan tetapi hal tersebut tidak memberikan sumbangsih yang signifikan dalam memberantas pengangguran, maka dari itu diperlukan bimbingan khusus dalam bidang perekonomian inilah yang melatar belakangi sehingga dibentuknya Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri sebagai salah satu wadah yang bertujuan membangun mayarakat sejahtera menuju kemandirian ekonomi.

C.TUJUAN, MANFAAT DAN DAMPAK

TUJUAN KOPERASI
Adapun tujuan di bentuknya koperasi diantaranya:
a. Dengan dibentuknya koperasi Tani diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa khususnya Petani.
b. Dengan dibentuknya koperasi Tani diharapkaan masyarakat menjadi mandiri dalam mengelola usaha
c. Dapat meningkatkan rasa kekeluargaan dan sikap gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan koperasi.
d. Meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat melalui sisa hasil usaha (SHU)
e. Meningkatkan kesejahteraan anggota.

MANFAAT
Manfaat dari adanya Koperasi adalah:

1.Bagi Masyarakat:
• Kesamaan derajat yang diwujudkan pemilikan dalam rapat anggota tahunan (RAT).
• Kesukarelaan dalam keanggotaan.
• Menolong diri sendiri.
• Persaudaraan/kekeluargaan
• Demokrasi yang terlihat dan diwujudkan dalam cara pengelolaan dan pengawasan yang dilakukan oleh anggota
• Pembagian sisa hasil usaha proporsional dengan jasa-jasanya.
2. Bagi Pemerintah
• Membantu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara secara krseluruhan
• Membantu dalam mengurangi angka pengangguran.

DAMPAK
a. Dampak adanya koperasi di suatu desa adalah:
b. Menambah enterpreneur-enterpreneur (wirausaha) di desa.
c. Menambah wawasan berorganisasi melalui koperasi
d. Sumber daya yang ada dapat di kelola dengan baik, efektif dan efisien
e. Dapat meningkatkan kesejahteraan anggota dan sekaligus menumbuhkan semangat kehidupan demokrasi dalam masyarakat
f. Sebagai wadah bagi usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mendapatkan modal untuk pengelolaan hasil perkebunan dan hasil home industri (industri rumah tangga).

STRATEGI MODEL PENGEMBANGAN KOPERASI
Salah satu yang diisyaratkan dalam kebijakan pembangunan ekonomi, khususnya sektor Perkebunan, pembinaan, dan kelembagaan (institusional) diarahkan untuk merangsang peran serta masyarakat petani dalam wadah kelompok tani atau koperasi. Sementara itu, usaha berskala besar (BUMN/Swasta) dipacu untuk ikut serta dalam kegiatan koperasi dan menghela pengembangan Usaha dari pertanian rakyat. Hal ini berarti kebijakan tersebut mengarahkan pada pembangunan sektor Perkebunan melalui kelembagaan koperasi. Keikutsertaan BUMN/Swasta dalam koperasi melalui berbagai bentuk kemitraan perlu terus dibina dan dikembangkan.
Salah satu terobosan yang dapat dilakukan adalah dengan mendayagunakan Kelompok Tani yang telah berhasil berkembang dengan baik, yang dipadukan dengan konsep pengembangan wilayah guna memanfaatkan dukungan sarana dan prasarana yang telah dibangun selama ini. Berdasarkan fakta yang ada, menunjukkan bahwa beberapa Koperasi telah berkembang pesat dan cukup kuat serta mampu menjalankan fungsi koperasi sebagai lembaga perekonomian andalan di pedesaan. Selain itu, Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri juga mampu menjadi koordinator informal bagi Kelompok Tani di sekitarnya, terutama dalam berbagai kegiatan agribisnis.
Namun saat ini koperasi masih belum sepenuhnya mampu memanfaatkan kegiatan agribisnis hulu dan hilir yang sesungguhnya memiliki nilai tambah lebih besar. Dengan demikian, pengembangan struktur kegiatan usaha koperasi pedesaan melalui Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri dapat menjadi terobosan penting dalam jangka pendek dan menengah. Pengembangan ini perlu diarahkan agar Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri dapat berkembang pada pusat-pusat pertumbuhan agribisnis, dan menjadi simpul jaringan usaha antar Kelompok Tani yang ada didesa Duampanua Pada khususnya dan kecamatan Anreapi pada umumnya. Namun, kendala yang dihadapi adalah bahwa pertumbuhan dan informasi yang dimiliki belum cukup untuk melakukan hal tersebut.

Secara kualitatif perkembangan Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri masih dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama didalam mengembangkan perannya dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Secara umum, koperasi memiliki ruang gerak dan usaha yang luas terutama berkaitan dengan kepentingan kehidupan ekonomi rakyat, dan khususnya koperasi harus mampu menggerakkan dan menampung potensi dan peran serta masyarakat secara luas. Oleh karenanya, hal ini sekaligus juga menggambarkan peluang yang besar bagi Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri khususnya di sektor pembudidayaan Kakao yang saat ini menjadi Icon Sulawesi Barat. Sehingga Peluang yang dimiliki oleh Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri dapat menjadi semakin nyata, dan untuk itu, harus ada upaya untuk meningkatkan peran koperasi, terutama pada beberapa bagian rantai pelayanan (service chain) ekonomi rakyat. Optimasi peran ini merupakan jalan menuju profesionalisme, dan konsekuensinya memerlukan kesiapan Koperasi, baik sebagai pelaku langsung ekonomi rakyat maupun sebagai pusat pertumbuhan (growth centre) perekonomian rakyat.

Dari uraian di atas perkembangan Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri diharapkan dapat menjadi pilar perekonomian rakyat pedesaan dikecamatan Anreapi kabupaten Polewali Mandar.

Menurut, Para Pakar masalah-masalah lain masih banyak, yang umumnya berpangkal pada keragaan Koperasi itu sendiri sebagai pelaku ekonomi utama. namun secara kelembagaan, Koperasi Tani Yang ada diPedesaan masih belum sepenuhnya dapat mendukung kegiatan usaha Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri dikarenakan mekanisme belum dikembangkan secara efisien, diantaranya disebabkan oleh perangkat organisasi yang belum sepenuhnya menjalankan perannya dengan baik. Disamping itu, koperasi sebagai pelaku ekonomi pedesaan belum memanfaatkan peluang kerjasama baik secara vertikal maupun horisontal, baik dengan sesama koperasi Tani maupun dengan BUMN atau Swasta.

IMPLIKASI SUBSTANSIAL PENGEMBANGAN
Upaya pengembangan suatu model yang mengintegrasikan Koperasi Tani Amal Bakti Mandiri dengan pengembangan potensi agribisnis setidaknya mempunyai 3 diktum pemikiran yang menjadi pokok bahasan yakni diktum sistem agrobisnis, model pengembangan dan perkoperasian.
a. Sistem Agrobisnis dan Model Pengembangan
Sistem Agribisnis dipandang dari konsep sistem mempunyai dua pokok pengertian yakni konsep sistem dan bisnis. Perubahan sebutan sistem komoditas dalam ekonomi Perkebunan melalui jalur usahatani – tataniaga perdagangan menjadi sistem agribisnis di Indonesia bukan hanya merupakan perubahan nama, melainkan bersamaan dengan itu telah terjadi perubahan struktural dalam ekonomi maupun sektor pertanian dan Perkebunan yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi pada tahap pembangunan pertanian yang berbeda. Keadaan sistem agribisnis tersebut telah mengalami perubahan dinamis sehingga pemerintahpun seyogyanya harus merubah orientasi dalam kebijaksanaan dan tindakan dalam sektor itu.
Melihat dua aspek perubahan dalam memandang sistem agrobisnis.
Pertama, perubahan dalam memusatkan perhatian kepada komoditasnya, kebijaksanaan dan pembinaan dari orientasi peningkatan produksi dan produktivitas pangan melalui peningkatan produksi (supply lead agricultural development) ke arah perhatian yang diperluas untuk mengarah kepada budidaya komoditas yang bernilai tinggi seiring dengan peningkatan pendapatan. Hal ini disebabkan dengan peningkatan pendapatan akan terjadi pergeseran pola permintaan akan barang dan jasa.
Kedua, perubahan orientasi dalam campur tangan pemerintah kepada orientasi yang lebih mengandalkan kepada daya tarik pasar (market attractiveness), yang hal ini jelas membutuhkan perubahan pendekatan kebijaksanaan yang langsung berintervensi ke sistem produksi, pemasaran serta perdagangan hasil produk perkebunan (agrobisnis) ke arah bidang-bidang kunci seperti infrastruktur dan informasi, dimana pihak swasta belum bisa menanganinya.
Diantara berbagai permasalahan sektor perkebunan terdapat dua permasalahan mendasar. Permasalahan pertama adalah seperti umumnya dimiliki oleh sektor Perkebunan, demikian juga yang dimiliki koperasi khususnya Koptan Amal Bakti Mandiri adalah kelemahan pada struktur produksi yang umumnya langsung dikonsumsi sebagai barang konsumsi akhir, akibatnya hasil produksi perkebunan kurang memiliki keterkaitan dengan sektor lain baik kaitan input maupun kaitan output. Permasalahan kedua, bahwa peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan (terutama Kakao) tersebut tidak secara otomatis meningkatkan pendapatan petani.
Khususnya untuk masalah yang kedua, berbagai faktor yang mungkin diduga sebagai penyebab antara lain adalah :
1. Harga relatif komoditas kakao selalu berubah-ubah disebabkan pasar dan sistem Pemasaran yang tidak terarah;
2. Nilai tukar komoditas Kakao terhadap sarana produksinya sangat kecil;
3. Nilai tukar komoditas Kakao terhadap barang konsumsi dari produk-produk olahan dan manufaktur sektor perkotaan juga semakin rendah; dan
4. Kebijaksanaan campuran antara bekerjanya mekanisme pasar dan regulasi tindakan pemerintah menghasilkan nilai tambah yang besar dalam “produksi-distribusi-pemrosesan” komoditas perkebunanan Kakao, namun nilai tambah yang besar itu relatif berakumulasi pada subsistem di luar usahatani yang tidak dikuasai oleh petani-produsen.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya bersumber pada masalah-masalah melemahnya hubungan sistem-sistem kelembagaan dalam sistem agrobisnis yang terlibat. Salah satu kelemahan dalam pengembangan usaha Perkebunan Kakao melalui strategi agrobisnis dan agroindustri adalah kelemahan di bidang pemasaran (kelembagaan pasar). Hal ini juga dialami oleh banyak negara sedang berkembang lainnya. Kelembagaan pemasaran modern yang umumnya telah dicoba diintroduksikan ke dalam sistem pemasaran hasil pertanian seperti tidak jalan. Fungsi-fungsi pemasaran seperti pembelian, sortasi (sorting), penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan, sering tidak berjalan seperti yang diharapkan, sehingga efisiensi pemasaran menjadi lemah. Intervensi langsung oleh pemerintah seringkali menimbulkan banyak distorsi di tingkat mikro yang pengaruhnya juga terasa di tingkat makro. Hal ini tampak pada kebijaksanaan berbagai komoditi perkebunan seperti : Kopi, Cengkeh, Kelapa Sawit hingga Kakao. Akibatnya sistem kelembagaan pemasaran yang ada tidak memberi insentif kepada petani produsen sehingga dalam jangka panjang komoditas yang potensial tersebut menjadi kurang prospektif.
Secara umum kegiatan agrobisnis harus dapat memenuhi beberapa kriteria antara lain :
terdapat kemungkinan sirkulasi nilai tambah;
prospek pemasaran dari output harus baik;
1. harga teknologi yang diterapkan tidak terlalu mahal;
2. komoditasnya dapat berupa jenis cash crops;
3. layak secara finansial;
4. secara makro berpotensi menciptakan kesempatan kerja dan lapangan kerja yang relatif banyak jumlahnya;
5. tidak bersifat merusak sumberdaya alam atau lingkungan hidup;
6. relatif tidak memerlukan air yang banyak serta dapat bertahan terhadap fluktuasi air dari waktu ke waktu.

b. Model Pengembangan
Mengingat usaha agrobisnis di Indonesia mayoritas meliputi usaha skala kecil yang bervariasi dan jumlahnya sangat besar, maka upaya pengembangan menjadi suatu sistem agribisnis memerlukan berbagai pola pengembangan. Beragamnya kemungkinan pola pengembangan dimungkinkan karena masing-masing jenis komoditas atau usaha agroindustri mempunyai berbagai karakteristik struktural, ekonomi hingga intrinsik yang berbeda, yang dengan sendirinya masing-masing mempunyai alternatif pola pengembangan berbeda. Bagi upaya pengembangan agrobisnis dan agroindustri paling sedikit mempunyai enam macam pola pengembangan unit usaha, yaitu :
1. Pola Mandiri
2. Pola Kemitraan
1. Pola Terintegrasi Vertikal
2. Pola Terintegrasi Horisontal
3. Pola Terintegrasi Vertikal atau Horisontal
4. Pola Koperasi.

C. Koperasi Sebagai Alternatif
Pilihan salah satu pola pengembangan yang dapat diintroduksi-kan ke koperasi disesuaikan dengan keragaman unit usaha, tipe produk, kelembagaan pasar, komoditas potensial serta produk agroindustri yang bisa dikembangkan sesuai spesifik lokalita wilayah. Demikian juga, upaya untuk memberi dukungan fasilitas yang diperlukan juga tergantung pada kebutuhan, kondisi wilayah, produk hingga karakteristik pasar.
Dalam rasionalisasinya, pola pengembangan mana yang akan dipilih harus diperhitungkan beberapa prinsip seperti :
1. Rekayasa kelembagaan harus mengacu kepada adat budaya setempat dimana kegiatan agrobisnis tersebut bermuara; dan
2. Harus berprinsip saling menguntungkan, dalam hal ini dengan berbagai rekayasa kelembagaan tersebut jangan sampai menambah biaya transaksi yang normal sehingga justru berkembang menjadi tidak efisien. Sumber terjadinya inefficiency ini adanya biaya produksi dan biaya transaksi yang tinggi. Hal ini menyebabkan biaya untuk mencapai tingkat keunggulan komparatif dan kompetitif tertentu menjadi tinggi. Produk atau komoditas yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif kalau tidak dilindungi akan mempunyai risiko pasar yang sangat tinggi, sedang perlindungan selain berlawanan dengan makna orientasi pasar juga membutuhkan biaya transaksi yang tinggi.
Karena pentingnya komponen biaya transaksi di dalam upaya pengembangan agrobisnis dan agroindustri, maka dalam konsep efisiensi perlu dimasukkan biaya transaksi tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi di sini dapat dirumuskan menjadi tiga hal, yaitu :
1. biaya informasi (information cost);
2. biaya pengawasan (policy cost); dan
3. biaya pengambilan keputusan (decision making cost).
Seperti diketahui bahwa untuk kasus Indonesia biaya transaksi cenderung sangat besar proporsinya, biaya tersebut umumnya berupa berbagai pungutan baik resmi maupun tidak resmi. Regulasi umumnya lebih banyak membutuhkan biaya transaksi dibandingkan mekanisme pasar bebas. Masalah umum tentang besarnya biaya transaksi tersebut sulit diramalkan, bahkan cenderung besar proporsinya.
Keberadaan Pusat Koperasi Tani disuatu wilayah bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan yang akhirnya bisa meningkatkan pendapatan penduduk jika mampu bergerak di bidang unit usaha unggulan dan potensial unggul. Unit usaha unggulan ini diharapkan bertindak sebagai sektor pendorong kemajuan ekonomi wilayah. Syarat terwujudnya kondisi ini jika unit usaha tersebut selain mempunyai keterkaitan yang besar terhadap sumberdaya lokal serta mempunyai prospek pengembangan di masa depan. Syarat terakhir ini bisa terjadi jika pasar input maupun output tidak bersifat monopoli ataupun oligopoli.
Jika dua syarat tersebut terpenuhi maka fungsi unit usaha tersebut mampu mempunyai kekuatan memancar (centrifugal). Akibat dari adanya kekuatan ini adalah kemampuan multiplier bagi kekuatan ekonomi secara wilayah yang besar. Keuntungan yang bisa diperoleh dari kondisi ini adalah terdapatnya aglomerasi ekonomi yang ditandai oleh :
1. economics internal to firm, yang dicirikan oleh biaya ekonomi rata-rata yang rendah karena produksi dalam skala besar, spesialisasi dan efisiensi;
2. economics external to firm but internal to industry, yang ditandai dengan penurunan biaya tiap unit produksi karena lokasi tertentu dari industri tersebut, misalnya karena dekat bahan baku dan tenaga kerja; dan
3. economics external in the industry but internal in the urban area, yang dicirikan dengan perubahan penurunan biaya produksi rata-rata dari setiap perusahaan karena banyaknya unit usaha yang tumbuh pada suatu tempat.
Menurut Wibowo dan Soetriono (1995), efek yang besar terhadap ekonomi wilayah juga ditandai oleh kemampuan penyebaran dan penetesan ke bawah. Konsep kemampuan penyebaran (spread backwash effect) adalah kemampuan unit usaha yang secara berganda memancar kepada ekonomi wilayah secara keseluruhan. Kemampuan ini tampak dari penyebaran manfaat pertumbuhan unit usaha unggulan terhadap semua input yang digunakan dalam seluruh sistem produksi.
Di lain pihak, konsep penetesan ke bawah (trickling down and polarization effect) adalah kemampuan unit usaha unggulan tersebut terhadap subsistem sarana produksi yang dipakai. Dampak kegiatan tersebut terhadap ekonomi wilayah terjadi jika spread effect yang ditimbulkan lebih besar dari backwash effect (karena penyedotan sumberdaya kepada unit unggulan dari unit usaha non-unggulan). Akibatnya, selain terjadi spread effect juga terjadi penetesan ke bawah. Dalam konsep ekonomi wilayah, pola hubungan unit usaha unggulan terhadap non-unggulan ini bisa digambarkan melalui pola hubungan antara pusat pertumbuhan (kota) dengan kawasan hinterland (Wibowo dan Soetriono, 1995).

C. IMPLIKASI KEBIJAKAN
D.
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam era-globalisasi dengan semakin mudahnya akses terhadap modal dan teknologi, maka kekuatan persaingan saat ini lebih ditentukan oleh sumberdaya manusia, disamping tetap harus memperbaharui teknologi, dan mengakses informasi sebanyak-banyaknya. Apabila dalam persaingan itu kekuatan antar persaing seimbang iklim persaingan akan menguntungkan semua pihak, namun pada negara berkembang termasuk Indonesia kekuatan antar persaing tidak seimbang akibatnya kesejangannya semakin tinggi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas nampaknya membangun koperasi Tani berdasarkan pada usaha yang kuat merupakan barang kebutuhan. Pada masa-masa mendatang kebijaksanaan ekonomi harus diutamakan pengembangan perkoperasian, strategi yang dapat ditempuh adalah kemitraan yang saling menguntungkan semua pihak (Win-win Alliance) , dengan berbagai cara seperti :
a). kerjasama operasi (joint of operation);
b). kerjasama/transfer manajemen (joint of management)
c). kerjasama/transfer teknologi (joint of technology)
d). penyertaan modal (equity)
e). membangun usaha patungan (joint venture); ataupun
f). membangun informasi yang sistematis
Mengacu pada strategi model pengembangan koperasi di atas, maka salah satu bentuk kelembagaan yang harus diperkuat adalah koperasi. Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian , secara tegas dinyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang menyuarakan semangat debirokrasi. Dalam UU tersebut juga ditegaskan bahwa rakyat atau masyarakat bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan koperasi, sedangkan pemerintah hanya membina. Segala bentuk campur tangan pemerintah terhadap kehidupan koperasi akan semakin berkurang untuk kemudian dihapus sama sekali.
Semangat debirokratisasi ini mencerminkan upaya yang serius dari pemerintah untuk memberdayakan koperasi yang berazaskan kekeluargaan secara mandiri. Dengan tanpa mengurangi arti pentingnya koperasi sebagai sokoguru perekonomian rakyat, pemerintah juga memberdayakan sektor informal dengan berbagai upaya, antara lain melalui sentuhan-sentuhan manajemen sederhana dan pemberian pinjaman/bantuan modal terhadap koperasi termasuk kredit yang dilakukan secara intensif baik melalui pelatihan-pelatihan maupun pembinaan terhadap small scale industries, sehingga seharusnya keberadaan koperasi sebagai badan usaha berdasarkan azas kebersamaan dan milik bersama tidak lepas dari prinsip jati diri koperasi yang telah disepakati walaupun perdagangan era global telah berlangsung.
Sehubungan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini sangat diharapkan keterlibatan kelompok-kelompok masayarakat atau Kelompok Tani tertentu yang mampu sebagai akselelator perubahan yang diinginkan tersebut, mengingat bahwa kesenjangan adalah masalah bersama. Untuk itu sangat diperlukan keterlibatan kelompok-kelompok masyarkat yang kritis dan memiliki daya inovasi dan kewirausahaa yang tinggi. Kelompok ini biasanya dikenal dengan “kelompok masa kritis” (critical mass), yang keberadaannya tersebut diberbagai kelompok masyarakat kelas menengah seperti : Perguruan Tinggi, Pengusaha, LSM dan sebagainya. Meskipun demikian, semangat pelibatan “kelompok kritis” ini sebaiknya tidak menggeser jargon pembangunan ekonomi pemberdayaan koperasi/masyarakat pedesaan. Semua kepentingan yang ada sedapat mungkin diakomodir melalui penyediaan kelembagaan yang “pas”, seperti pengembangan agrobisnis di atas.
Sehingga apa yang kita harapkan dalam perkembangannya nati dapat terwujud sesuai dengan visi membangun masyarakat sejahtera menuju kemandirian ekonomi
Dari berbagai sumber…….

By Nurjamal budiman

Tinggalkan komentar